Statistik Pengunjung

Minggu, 22 April 2012

Cerpen Karya My Sister : Kenangan Pahit Yang Tak Terlupakan

Anggi dan Angga sudah bersahabat sejak kecil.  Mereka bagaikan saudara kembar. Mereka selalu bersama dimana pun dan kemana pun. Sekarang mereka duduk di kelas IX SMP Kartini Jakarta Pusat. Seperti biasa Angga selalu menjemput Anggi untuk pergi sekolah bersama.
Tin…. Tin…. Tin….
Suara klakson motor Angga yang memberikan tanda kepada Anggi untuk segera berangkat.
“Aduh.., Angga sudah jemput, mana aku belum mandi lagi.” Keluh Anggi.
“Anggi cepet, Angga sudah jemput tuh.” Teriak mama Anggi dari dapur.
“Iya ma.” Jawab Anggi sambil berlari ke kamar mandi.
Sekitar 30 menit Angga menunggu akhirnya Anggi keluar juga.
“Maaf ya Ngga aku telat lagi.”
“Iya Nggi. Eh selamat ya!”
“Iya, eh…. Selamt buat apa?” Tanya Anggi kebingungan.
“Selamat karena kamu telah lebih cepat setengah detik dari rekor kamu sebelumnya Nggi.” Ledek Angga sambil ketawa. “Ya udah, cepet naik Nggi entar telat.”
“Ma, kita berangkat dulu ya, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam. Hati-hati ya!”

Lagi-lagi Anggi lupa mengerjakan PR yang diberikan P. Mustofa. Seperti biasa, angga selalu mengerjakan PR dobel, satu khusus buat Anggi.
“Kamu udah ngerjakan PR Nggi?” Tanya Angga.
“Aduh… aku lupa Ngga.” Jawab Anggi gelisah.
“Hmmmm….. Ya Allah, hamba mohon hilangkan penyakit sahabat hamba yang satu ini Ya Allah.”
“Huh…. Ngapain sih kamu Ngga? Pakek berdoa kaya gitu segela, ngejek aku ya?” jawab Anggi sambil cemberut.
“He… He… He… aku cuma bercanda kali… Jangan ngambek gitu dong! Nih dah aku kerjakan PRmu.”
“Thanks ya Ngga. Kamu emang sahabat terbaikku.”
Saat istirahat Sheryl dan Sherly bersiap-siap untuk menjaili Anggi dan mencari perhatian Angga.
“Sheryl cepet siap-siap Anggi dah mau keluar tuh.” Perintah Sherly.
Mereka adalah sudara kembar yang selalu jailin Anggi. Mungkin mereka iri dengan Anggi yang selalu dekat dengan Angga. Memang sih kedekatan mereka bikin semua orang iri.
“Satu… Dua… Tiga...” Suara Sheryl dan Sherly berhitung.
Bruk…. Anggi jatuh tersungkur  karena dijegal Sheryl.
“Ha… Ha… Ha…” Tawa kedua cewek centil itu. “Makanya kalau jalan tuh liat-liat dong.” Kata Sherly sinis. “Eh. Angga mau ke kantin ya?” Tanya Sheryl kecentilan. Akan tetapi Angga tak menggubris Sheryl. Angga langsung menolong Anggi dan tetap ceuk kepada Sheryl.
“Huh, lagi-lagi gue dicuekin. Apa sih hebatnya Anggi sampai-sampai Angga gak mau pisah dari dia?” keluh Sheryl dalam hati.
“Kamu gak pa-pa Nggi?” Tanya Angga kawatir.
“Gak pa-pa kok Ngga.”Angga dan Anggi pergi meninggalkan kedua cewek centil itu.
“Nggi, nanti pulang sekolah bisa ikut aku?”
“Kemana?”
“Udah deh ikut aja ya? Please!”
“Em…. Iya deh.”

Pulang sekolah Angga mengajak Anggi jalan-jalan ke taman.
“Gimana Nggi bagus kan tempatnya?”
“Iya Ngga , apa lagi aku kesininya sama kamu!”
Mereka mengelilingi danau di taman tersebut. Mereka pun duduk di bangku yang daa di bawah pohon, dan menghadap ke danau. Sungguh tempat yang indah, namun tak disangka indahnya tempat itu tak seindah persahabatan mereka yang akan berpisah.
“ Nggi kamu sekarang bahagia kan?” Tanya Angga sambil menatap Anggi tajam, sehingga Anggi grogi.
“Em…. i… i… iya Ngga.” Jawab Anggi terbata-bata.
“Nggi maafin aku ya. Aku gak bisa nepatin janjiku untuk selalu bersamamu. Aku akan pergi ke Singapura  Nggi. Ini karena papaku akan kerja disana. Maafin aku ya Nggi!”
Anggi terdiam, tak sepatah kata pun terucap dari bibir Anggi dan tanpa disadari dia meneteskan air mata.
“Tapi tenang aja Nggi, aku akan menghubungi kamu setiap waktu. Jangan nangis dong!” Angga mencoba menghibur.
“Beneran kamu akan menghubungiku setiap waktu?”
“Tapi kamu jangan nangis donk!” kata Angga sambil menghapus air mata Anggi.

1 bulan berlalu perpisahan Angga dan Anggi. Selama itu hubungan mereka masih baik. Setiap waktu Angga selalu menghubungi Anggi. Walau jarak mereka jauh, tetapai hubungan mereka selalu dekat. Namun itu semua tidak bertahan lama.
Mereka sudah berpisah selama dua tahun, dan semua telah berubah. Kini Anggi sangat sedih, ia selalu mencoba menghubungi Angga,namun hasilnya nihil. Setiap hari Anggi selalu pergi ke taman, tempat mereka berpisah dulu. Anggi sangat membenci Angga dan merasa telah didustai.
Ternyata Angga pergi ke Singapura bukan ikut papanya kerja  tapi karena penyakit yang dideritanya. Angga menderita kanker darah. Penyakit itu telah lama diderita Angga seja kelas VII. Namun Angga tidak memberitahukannya kepada Anggi takut ia sedih.
Setelah sekian lama pengobatan yang dijalani Angga, kesehatannya  tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik namun justru memburuk. Angga memutuskan kembali ke Indonesia karena tak ingin di sisa hidupnya Angga tidak bisa bertemu Anggi. Kini usia mereka telah 17 tahun. Sehari sebelum ulang tahun Anggi yang ke-17, Angga telah berada di Indonesia. Ia sengaja tidak memberitahukan kedatangannya kepada Anggi. Karena telah kangen banget, Angga langsung ke rumah Anggi.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.” Jawab mama Anggi sambil membukakan pintu.
“Ini Angga kan?” Angga mengangguk sambil tersenyum. “Ayo masuk jangan sungkan-sungkan!” ajak mama Anggi. “Iya tante.”
“Oh Anggi masih ke rumah Putri, sebentar lagi pasti pulang. Tante  tinggal ke belakang dulu ya.”
Di luar Anggi terkejut  dengan motor Angga.
“Loh, ini kan motornya Angga. Apa dia di dalam sekarang?” Anggi berlari menuju rumahnya, ternyata dugaan Anggi benar.
"Angga….!” Kata Anggi terkejut dan menghampiri Angga. Mereka langsung berpelukan. Tiba-tiba Anggi teringat akan sakit hati dan rasa bencinya kepada Angga.
“Kenapa kamu 2 tahun terakhir ini tak pernah menghubungiku? Kenapa kamu berdusta padaku?  Kenapa Ngga?” Tanya Anggi sambil tak kuasa menahan tangisnya.
“Maafin aku Nggi, bukan maksudku untuk begitu tapi…”
“Tapi apa?” Anggi memotong kata-kata Angga. “Aku kecewa sama kamu Ngga, ku pikir kamu sahabat terbaikku. Walau jarak diantara kita jauh, aku berharap hubungan kita akan dekat. Namun itu semua hanya harapan. Kini aku kecewa dan benci sama kamu Ngga.”
“Maafin aku Nggi!”
“Gak ada kata maaf bagimu saat ini. Kamu telah mendustaiku. Kamu gak tau kan gimana perasaanku ketika kamu pergi? Sakit Ngga! Sakit hatiku ketika kamu pergi, ketika kamu gak pernah menghubungiku. Kamu gak tahu kan? Karena kamu gak tulus menjadi sahabatku!” Anggi semakin kalap dan tak bisa menahan emosinya kepada Angga.
“Baiklah Nggi, kalau memang kamu berfikir aku seperti itu, aku terima. Walau sebenarnya hatiku sakit mendengar ucapanmu itu.” Angga berteriak kepada Anggi sambil menangis. “Mungkin  saat ini kamu tak bisa menerima kedatanganku setelah apa yang sudah berlalu. Aku hanya ingin kamu memafkanku Nggi. Hanya karta maafmu yang bisa membuat hatiku bahagia.” Angga pergi dan tak dapat menahan derai air matanya.

Anggi menyesal dengan semua yang telah ia katakan kepada Angga.
“Ma, apa yang barusan Anggi lakukan pada Angga? Mengapa Anggi bisa seperti itu?” Ungkap Anggi sambil bersandar di bahu mamanya dan tak kuasa menahan derai air matanya.
“Sudah Nggi kamu jangan seperti ini.”
“Lalu aku harus bagaimana ma? Anggi sudah bikin Angga sakit hati. Anggi menyesal ma. Kini Anggi telah kehilangan sahabat terbaik dalam kehidapan Anggi ma.”
“Udah sayang  kamu jangan seperti ini terus. Lebih baik kamu tenangin diri, lalu kamu temui Angga dan meminta maaf padanya.”

Keesokan harinya, perasaan Anggi sudah tenang. Ia memutuskan untuk pergi kerumah Angga. Saat akan pergi telepon bordering.
Kring…. Kring…. Kring…
“Halo, Assalamu’alaikum”
“Wa’alikumsalam. Ini Anggi?”
“Maaf ini siapa ya?”
“Ini tante Maya.”
“Oh, ada apa tante?”
“Anggi yang sabar!”
“Maksud tante?”
“Angga….”
“Angga kenapa tante?”
“Angga telah pergi meninggalkan kita untuk selamanya.”
Anggi terkejut dengan ucapan tante Maya. Badan Anggi terasa lemas, Anggi tak kuasa untuk menopang dirinya sendiri dan jatuh pingsan. Mama Anggi kebingungan melihat putrinya pingsan. Ketika Anggi sadar perasaan mamanya menjadi lega. Namun Anggi memeluk mamanya sambil menangis.
“Ma, Angga ma!”
“ Kenapa sayang?”
“Angga meninggal ma.”
“Innalillahi wainna ilaihi rozi’un.  Ayo cepat kita kesana!”
Anggi hanya terdiam dan terus menangis.
“Anggi kenapa?” Tanya mamanya kawatir.
“Badan Anggi lemas ma, Anggi gak kuat untuk berdiri.”
“Sabar ya sayang, mama cariin kursi roda nenek di gudang.”

Setiba di rumah Angga, Anggi kembali pingsan ketika melihat jenazah Angga. Untung hanya sebentar. Ketika Anggi memandang wajah Angga untuk yang terakhir, dadanya terasa sesak dan ia tak menyadari bahwa air matanya telah membasahi pipinya. Anggi tak menyangka bahwa perpisahannya dengan Angga sungguh menyedihkan. Mereka berpisah dalam keadaan emosi. Anggi semakin merasa bersalah karena membentak Angga pada pertemuannya yang terakhir.
“Angga maafin Anggi karena telah menyakiti hatimu. Anggi gak bermaksud seperti itu. Anggi hanya emosi.”  Anggi berkata dalam hatinya.
Ketika jenazah Angga dimasukkan kedalam liang lahat, Anggi tak bisa menahan tangisnya dan terus memanggil nama Angga.

Setelah pemakaman, Anggi meminta tolong pada mamanya untuk mengantar ke taman tengah kota dimana merupakan tempat perpisahan mereka sewaktu SMP.
Tiba-tiba tante Maya datang membawa sebuah kotak berwarna merah.
“Anggi, tante mohon kamu bisa menerima semua kenyataan ini dan mengikhlaskan kepergian Angga.”
“Anggi akan berusaha tante!”
“Terimakasih Anggi karena kamu Angga tetap semangat untuk hidup dan ini ada titipan dari Angga.”
Tante Maya menceritakan semua yang terjadi kepada Angga selama ini. Kini Anggi mengerti mengapa Angga tak pernah menghubunginya ketika Angga pergi.  Anggi sadar selama ini dia salah menilai Angga. Lalu tante Maya pergi dan Anggi membuka kotak tersebut. Di dalamnya terdapat secarik surat dan sebuah boneka beruang.



Dear beruang kecilku, Anggi
Anggi aku minta maaf karena membuatmu marah, sakit hati dan membenciku. Karena aku telah membohongimu dan telah menghianati persahabatan kita. Jujur tak ada niatan di hatiku untuk melakukan semua itu. Namun keadaan yang membuatku melakukan semua itu. Sebenarnya aku pergi ke Singapura karena penyakitku. Aku tak mau kamu tahu tentang penyakitku ini karena aku takut membuatmu sedih. Aku tak menghubungimu karena tubuhku tak kuat untuk memegang hp. Jangankan untuk itu, untuk bergerak pun aku tak mampu. Ini semua karena pengaruh obat-obatan yang ada di tubuhku. Namun karena dirimu aku berjuang untuk hidup, agar aku dapat melihatmu tersenyum.
Anggi, aku disini tak kuasa menahan air mataku karena sedih melihatmu begitu membenciku dan karena kamu bilang aku tak tulus menjadi sahabatmu. Sungguh aku benar-benar tulus menjadi sahabatmu. Aku juga tahu bagaimana perasaanmu ketika aku mencampakkanmu. Aku juga sedih karena aku harus membohongimu.
Anggi, kini usiamu genap 17 tahun. Aku berharap kamu akan mandapatkan sahabat yang lebih baik dariku yang tak akan membahongimu, menghianatimu dan tak kan meninggalkanmu.
Maafkan aku Anggi karena aku tak bisa menjadi sahabat terbaikmu. Tapi kamu sahabat terbaik dalam kehidupanku.


Tertanda


Pemohon maafmu, Angga

Setelah membaca surat itu Anggi semakin merasa bersalah. Karana ia belum sempat minta maaf kepada Angga atas semua yang telah ia lakukan.
Untuk menebus semua kesalahannya Anggi rajin beribadah dan selalu mendoakan Angga agar Angga bahagia di alam sana.
Semenjak kejadian itu kini Anggi sangat membenci hari ulang tahunnya, karena pada ulang tahunnya yang ke-17 ia harus kehilangan sahabat terbaiknya. Kejadian itu menjadi kenangan pahit yang tak terlupakan oleh Anggi.

0 komentar

Posting Komentar